PATROLI SEPEDA ONGKEL KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI SEPEDA ONGKEL KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI SEPEDA ONGKEL KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI KALI SURABAYA

PATROLI SEPEDA SIAP AMANKAN KALI SURABAYA

SMPN 2 Jetis Mojokerto rupanya gerah melihat semakin memburuknya kualitas air Kali Surabaya, maklum saja karena sebagian besar pelajar SMPN 2 Jetis Mojokerto bertempat tinggal di DAS Kali Surabaya dan setiap hari berangkat dan pulang sekolah mereka harus menyusuri Kali Surabaya di Daerah Canggu, Mlirip, Kedungklinter dan Jetis. Untuk ikut serta menjaga Kali Surabaya 11 Siswa SMPN 2 Jetis Mojokerti mereka membentuk tim PATROLI SEPEDA untuk monitoring kualitas air Kali Surabaya.” Kegiatan akankami lakukan setiap kamis sore, dengan bersepeda menyusuri Kali di Wilayah Mlirip hingga Jetis kami akan pantau kondisi sungai dan bantaran sungai,” ujar Rizanda Aprillia. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kalau bukan generasi masa kini yang menjaga kali Surabaya maka dikhawatirkan 10 tahun kedepan generasi SMP akan menerima bencana.”Orang-orang dewasa sekarang sudah tidak perduli dengan keselamatan dankelestarian sungai,” tutur Shella Juni Astrid
Pantau Kualitas Air.
Sejak Awal Pebruari 2009 telah dibentuk kelompok Karya Ilmiah Remaja dengan focus pada pemantauan kualitas air. Kegiatan pemantauan kualitas air dilakukan seminggu sekali di Badan air kali Surabaya, metode pemantauan yang dilakukan adalah dengan Teknik BIOTILIK pemantauan kualitas air dengan menggunakan Biota Tak bertulang belakang dan termasuk dalam kategori biomonitoring. “ Kami menggunakan serangga air seperti anak capung, nimpha lalat sehari, udang air tawar dan laba-laba air sebagai alat pemantau kualitas air,” ujar Dina Maya Sari Kelas 8A. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa selama ini pemantauan kualitas air dilakukan denganmenggunakan DO meter, pH meter, BOD dan COD yang terbatas hanya dimiliki oleh laboratorium perguruan tinggi atau pemerintah, sehingga masyarakat tidak pernah dilibatkan, melalui teknik BIOTILIK ini para pelajar ingin turut serta menjaga kualitas air di daerah Mlirip dan sekitarnya.
Dalam pemantauan yang dilakukan pada 19 Pebruari 2009 didaerah Mlirip, Kedungklinter, Canggu dan Jetis tim Patroli Sungai menyimpulkan bahwa kawasan hulu Kali Surabaya sudah tercemar sedang, karena dalam penelitian BIOTILIK yang mereka lakukan ditemukan jenis Tubifex (cacing merah) yang dominan. “dengan ditemukannya jenis cacing merah yang dominan, maka dapat disimpulkan bahwa kawasan kali Surabaya yang ada di wilayah Mlirip sudah tercemar,” Ungkap Bibi Maria Ulfa Siswa Kelas 8. Secara detail dari kajian BIOTILIK yang dilakukan selama 2 jam ditemukan jenis anak capung, anak udang air tawar, keong air tawar dan yang paling dominan adalah tubifex yang ditemukan lebih dari 20 organisme. Komposisi tubufex yang menonjol ini menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran di kali Surabaya.
Temuan pelanggaran
1. Banyaknya tanggul sungai Surabaya yang dirusak dan diubah menjadi pemukiman
2. Alih fungsi bantaran menjadi tempat sampah
Action Lanjutan
Untuk menjaga agar kali Surabaya di Kawasan Mojokerto tetap lestari maka 11 siswi Kelas 8 SMPN 2 Jetis Mojokerto sepakat untuk melakukan patrol rutin setiap hari kamis.
“Kami sepakat untuk menjaga kali Surabaya dengan melakukan patrol sepeda mini menyusuri Kali Surabaya di Daerah Mlirip hingga Jetis,” ujar Belananda Dwi Arisandi. Lebih lanjut ia menyatakan akan melaporkan hasil temuan ini kepada Instansi terkait seperti Perum jasa Tirta dan badan LingkunganMojokerto untuk memantau kali Surabaya.
kegiatan patrolis sungai untuk 3 Bulan kedepan akan melakukan :
1. Inventarisasi sumber pencemaran
2. Inventarisasi keanekaragaman hayati
3. Kampanye kepada masyarakat DAS kali Surabaya untuk ikut serta menjaga kelestarian sungai
4. Membuat media sosialisasi di sekolah berupa PUSAT INFORMASI KALI SURABAYA dengan tujuan mengajak segenap civitas SMPN 2 Jetis Mojokerto untuk ikut serta menyayangi Kali Surabaya.
5. Mengajak Pemerintah Mojokerto untuk akti memantau kerusakan air sungai di Mlirip

BULUS DITEMUKAN LAGI DI KALI SURABAYA

ecoton menemukan bulus Amyda cartilaginea dalam keadaan hidup merayap dibantaran Kali Surabaya. Rencananya relawan ecoton akan melepaskannya kehabitat alaminya.
Minggu, 15/02/2009 sore hari tim ecoton menemukan seekor bulus, kedawang, atau nama latinnya Amyda cartilaginea diantara semak di bantaran Kali Tengah (anak sungai kali surabaya). Bulus dengan berat 8,5 Kg dan panjang 45 cm ini memiliki cakar yang panjang sehingga perlu kehati-hatian dalam membawanya. Jenis reptil

Kelas :Reptilia, ordo : Testudines, termasuk Carnivora diklasifikasikan sebagai Vurnerable (terancam) dalam status IUCN Red List 2007 dan termasuk Apendix 1 CITES.
Habitat mulai dari perairan tawar, danau, kolam, rawa, sungai berlumpur dan berarus lambat sampai sungai berarus deras dengan ketinggian 900 meter diatas permukaan laut.
Dengan ditemukannya bulus di Kali Surabaya merupakan harapan baru pulihnya kualitas air Kali Surabaya

bulus yang ditemukan di Kali Surabaya

bulus yang ditemukan di Kali Surabaya

BLURON TINGGAL KENANGAN

Senin, 19 Januari 2009 | 10:33 WIB | Kategori: Opini | ShareThis

Selain fungsi sosial, Kali Surabaya menggerakkan roda perekonomian Kampung. Kali Surabaya saat itu menyediakan Sumber tambang berupa pasir hitam kelas satu yang diminati para pemborong di Surabaya, puluhan kapal pengangkut pasir biasanya mengisi penuh muatan dan membongkarnya di Gunungsari.

MASYARAKAT yang hidup dan dilahirkan di daerah aliran Kali Surabaya selalu menempatkan air Kali Surabaya sebagai sumber kehidupan. Air Kali Surabaya telah menjadi bagian dari hidup. Pemprov Jatim maupun Pemkot Surabaya tidak berkutik menghadapi kemerosotan kualitas air Kali Surabaya.

Membeludaknya jumlah penduduk yang menjejali bantaran kali dan berjubelnya industri yang memanfaatkan sebagai tempat pembuangan, membuat Kali Surabaya berubah menjadi sumber kematian.

Air Kali Surabaya yang dimanfaakan PDAM Surabaya telah terkontaminasi Bahan Beracun Berbahaya dari limbah industri dan limbah domestik. Setiap hari Kali Surabaya harus menampung 500 m3/detik limbah cair dari kedua sumber pencemar. Semua pihak terlalu mengutamakan diri sendiri tanpa menghitung dampak kerusakan yang ditimbulkan.

Seharusnya kita lebih bijaksana memanfaatkan dan mengelola sumberdaya air yang tersisa berupa air Kali Surabaya, karena ada hak anak-anak kita untuk bisa memanfaatkan air Kali Surabaya pada masa datang, atau kita semua sudah bertekad bulat bersekongkol untuk merampok hak mereka atas air Kali Surabaya yang bersih?

Pada tahun 80-an, warga yang tinggal di aliran Kali bersyukur atas karunia Tuhan berupa air Kali Surabaya yang bersih, dapat menjadi wahana bermain dan mengibur diri. Bluron menjadi kewajiban yang harus dilakukan pada siang hingga sore hari, bahkan pada hari libur bisa seharian bluron di Kali.

Kungkum (berendam), slurup (menyelam), ngintir (mengikuti arus di atas gedebog bantang pisang) dan ngelangi (berenang) adalah ritual wajib dalam bluron, Keempat ritual ini akan lebih mengasyikkan bila dilakukan secara berkompetisi. Balapan ngelangi biasanya dilakukan dengan menyeberangi lebar sungai yang mencapai 25 meter.

Untuk balapan slurup dalam waktu yang lama dalam air atau dilakukan lomba mengambil batu yang ada didasar sungai, maklum 20 tahun yang lalu dasar Kali Surabaya di daerah Karang Pilang, Warugunung dan Bambe masih berupa pasir dan batu-batuan.

Kali Surabaya tempat yang menyenangkan bagi keluarga untuk bercengkerama. Selepas Subuh bapak, ibu dan anak bisa bluron bersama. Air terasa hangat dan menyegarkan. Air disibak, dipukul permukaannya dengan telapak tangan terbuka, kadang menggenggam, mengeluarkan bunyi ceblung, ceblung, cepak, ceblung, cepak, nyaring sekali seperti kendang.

Untuk membersihkan luka pasca-khitan, kungkum disungai adalah solusinya. Tak jarang juvenil ikan mengerumuni bagian yang terluka dan mematuk-matuknya hingga bersih. Air kali juga wajib digunakan memandikan bayi dalam ritual turun tanah (bayi berumur 6 bulan).

Selain fungsi sosial, Kali Surabaya menggerakkan roda perekonomian Kampung. Kali Surabaya saat itu menyediakan Sumber tambang berupa pasir hitam kelas satu yang diminati para pemborong di Surabaya, puluhan kapal pengangkut pasir biasanya mengisi penuh muatan dan membongkarnya di Gunungsari kemudian untuk kembali pulang perahu harus ditarik dengan tali oleh seorang penarik yang berjalan menyusuri bantaran Kali dari Gunungsari hingga Karang Pilang.

Maklum, saat itu Bantaran Kali Surabaya belum dijejali rumah dan bangunan pabrik seperti sekarang, menurut hasil sensus Dinas Pengairan Jatim bangunan di Bantaran Kali Mencapai 7000 buah. Selain menghasilkan pasir, bantaran Kali surabaya menyediakan bahan baku batu bata, puluhan bahan seratusan linggan (workshop pembuatan batu bata) banyak dijumpai di sepanjang bantaran Kali Surabaya.

Air yang bersih dan bebas dari polutan menjadi rumah ideal bagi belasan jenis ikan seperti sili, benthik, bader, bader merah, belut, brenjilan, kuthuk, keting, lele, mujaer, nila, sepat, papar, tageh, wader pari, wader gatul, rengkik, dan jendil.

Ikan-ikan ini sangat populer dan mudah dijumpai di sepanjang sungai, bahkan saat memijahkan anaknya, ikan-ikan ini bergerombol dalam jumlah ratusan ditepian sungai yang beralang-alang. Ketersedian ikan ini membentuk suatu interaksi antara sungai dan manusia, menciptakan sebuah budaya warga bantaran kali Surabaya.

Aktivitas yang menunjukkan keterkaitan warga dengan kali Surabaya adalah beragamnya aktivitas pencari ikan, dengan berbagai cara seperti menjaring, jaring yang digunakan antara lain jaring tebar ataupun jaring apung yang dipasang melintang dengan diberi alat pengapung untuk mengambangkan dan jaringpun hanyut searah arus air.

Cara lainnya adalah gogo kijeng dan remis (menyelam untuk mengambil sejenis kerang air tawar di dasar sungai), setiap hari gogo kijeng bisa memperoleh kijeng/remis satu karung beras 25 kg, kijeng dan remis umumnya tinggal pada substrat sungai (dasar sungai yang berpasir).

Ada lagi yang disebut njegok kutuk (memancing ikan dengan umpan Precil anak katak), memasang beberapa pancing dengan seutas senar tak kurang dari 1meter dengan umpan precil, sore kita memasang, esok paginyapun kalo lagi musim kutuk, beberapa ekor bisa terpancing.

Mencari hasil sungai lainnya adalah dengan mancing bulus (penyu air tawar) , memacing bulus umumnya menggunakan pancing ombyok (lebih dari satu pancing) dan balo (pemberat yang besar) dan senar tanpa tongkat pancing dengan memakai umpan usus ayam.

Kalau beruntung bulus seberat 50 Kg dapat kita bawah pulang sebagai lauk pauk dan dibagikan ketetangga kanan-kiri. Metode yang digunakan sering digunakan pada musim hujan adalah memasang wuwu (perangkap ikan terbuat dari bambu berbentuk tabung) dan esok harinya mereka membawa pulang seekor rengkik, dan bader. Wuwu dipasang ditepian sungai yang masih liat.

Tingginya pencemaran yang selama 20 tahun terjadi di Kali Surabaya merampas semuanya, tanpa sedikitpun meninggalkan sisa. Kini, hanya kenangan indah saat bluron di sungai dan mencoba untuk bermimpi suatu saat anak-anak kami bisa meneguk nikmatnya bluron di Kali Surabaya.

Prigi Arisandi
Dewan Lingkungan Hidup Jawa Timur
SUMBER :http://www.surya.co.id/2009/01/19/bluron-tinggal-kenangan/

HUTAN TANI BANTARAN

Pendirian bangunan bantaran Kali Surabaya semakin tak terkendali. Dua tahun lalu tercatat 8.674 bangunan berdiri disepanjang Kawasan lindung Kali Surabaya (Kompas Jatim, Rabu, 28/1/2009). Fakta ini mengindikasikan tidak adanya upaya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan lahan di Bantaran Kali Surabaya oleh Pemerintah. Diperlukan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan bantaran.
Pengelola Daerah Penguasaan Sungai (DPS)
Dalam PP 35/1991 dijelaskan bahwa Sungai dikuasai oleh Negara, pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab DPS dan daerah manfaat sungai seperti bantaran sungai dan sempadan sungai dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara, dalam hal ini pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab penguasaan Kali Surabaya telah dilimpahkan kepada Perum Jasa Tirta (PJT) 1 Malang. Khusus untuk Kali Surabaya, Kali Porong, Kali Wonokromo dan Kali Kedurus, Pemprov Jatim sudah mengeluarkan sebuah kebijakan pengelolaan dalam bentuk Keputusan Gubernur Nomor 134/1997 tentang peruntukkan tanah pada daerah sempadan di keempat sungai tersebut. Dalam Kep Gub ini dijelaskan bahwa pemanfaatan lahan bantaran dan sempadan sungai (daerah penguasaan sungai/DPS) harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari Gubernur dan harus dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari PJT 1 Malang, sedangkan untuk tugas pengawasan, penertiban bangunan yang melanggar dilaksanakan oleh Dinas PU Pengairan Jatim dan PJT 1 Malang dan melaporkan hasil pengawasan kepada Gubernur.
Data Penggunaan Lahan Bantaran Kali Surabaya Sebelum 2007
No Jenis Penggunaan Lahan Mojokerto Sidoarjo Gresik Surabaya
1. Tempat Usaha 19 217 49 260
2. Tempat Tinggal 49 1629 1125 3367
3. Pabrik 9 17 50
4. Mess karyawan Pabrik 1
Jumlah bangunan 68 1855 1191 3678
Sumber : Dinas Pengairan Propinsi Jawa Timur
Fakta dilapangan yang menunjukkan semakin banyaknya bangunan di DPS Kali Surabaya yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan bahwa Pemprov Jatim mentelantarkan DPS Kali Surabaya karena tidak ada upaya serius untuk mengendalikan kegiatan penjarahan DPS Kali Surabaya. PU Pengairan dan PJT 1 Malang seakan tidak ada, bahkan melegalkan maraknya penjarahan DPS. Akibat lemahnya pengawasan dan tidak adanya sanksi atas tindakan penjarahan DPS kali Surabaya maka akhir-akhir ini penjarahan DPS marak kembali danlebih terorganisir. Sepanjang tahun 2008 ini aktivitas penjarahan besar-besaran terjadi di Daerah Warugunung Surabaya, lahan DPS diubah menjadi lapangan Futsal dan pertokoan, di Desa Cangkir penjarahan ini dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan mengubah lahan DPS menjadi pasar, di Desa Driyorejo Sebuah industri berdiri diatas badan air sekaligus memanfaatkan DPS menjadi bangunan pabrik dan yang terkini adalah pembukaan areal peternakan dan penggembalaan sapi potong di Desa Tanjungsari. Diperlukan upaya serius untuk menertibkan pelanggaran pemanfaatan DPS Kali Surabaya, karena selama ini pelaku penjarahan merasa tidak melanggar karena Pemerintah membiarkan saja penjarahan-penjarahan sebelumnya. Padahal kegiatan-kegiatan penjarahan lahan DPS dan mengubahnya menjadi bangunan permanen adalah sebuah kegiatan yang dapat mengakibatkan rusaknya sumberdaya air hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana lingkungan. Dalam Undang-undang Pengelolaan Sumberdaya Air Pasal 94 mengatur setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumberdaya air dapat dipidana dengan penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak 1 miliar.
Hutan Tani Bantaran
DPS Kali Surabaya berfungsi sebagai kawasan lindung yang berperan untuk cathment area (daerah resapan), banjir yang melanda Pasuruan dan Tulungagung diakibatkan hilangnya resapan air yang menyebabkan badan air tidak mampu menampung volume air yang seharusnya bisa disimpan dalam tanah. Bantaran sungai dalam PP 35/1991 tentang Sungai memperbolehkan masyarakat untuk memanfaatkan lahan untuk kepentingan masyarakat tanpa merusak fungsi sungai, contoh kegiatan yang diperbolehkan adalah tanaman semusim. Untuk menyelamatkan DPS Kali Surabaya yang masih tersisa di Wilayah Sidoarjo dan Gresik, Pemprov harus proaktif melibatkan masyarakat yang berada disekitar sungai dimana daerah DPSnya masih belum dijarah.Dibutuhkan pendekatan pemanfaatan bantaran dengan melibatkan masyarakat dan tidak menganggu fungsi ekologis sungai. Pendekatan ini bisa disebut hutan tani bantaran (HTB) yaitu penggunaan lahan bantaran yang mampu menjaga fungsi cathment area dengan cara menghutankan kembali bantaran sungai namun dilain fihak juga memberikan ruang bagi budidaya tanaman pertanian yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat sekitar sungai. Masyarakat bisa memanfaatkan dan mengelola DPS dengan tanaman heterogen terdiri dari tanaman yang bernilai ekonomis yang dapat meningkatkan pendapatan warga seperti tanaman semusim yang umum dikembangkan jagung, kacang tanah, terung, Lombok, tomat dan ketela pohon, tanaman lain yang juga harus ditanam dalam satu lahan yang dikelola adalah tanaman berfungsi ekologis tanaman yang memiliki perakaran kuat dan menahan longsor bibir sungai seperti bambu dan waru. HTB merupakan sistem pengolahan lahan bersama antara Masyarakat, Pemerintah Desa , PJT atau Pengairan dan fihak ketiga. Untuk mengantisipasi pemanfaatan bantaran diluar HTB maka harus dibuatkan nota kesepahaman antar fihak sesuai dengan kompetensinya. Fihak ketiga seperti Sekolah sekitar sungai yang bisa memanfaatkan HTB sebagai laboratorium alam, untuk belajar cara bercocok tanam, eksplorasi keanekaragaman hayati di bantaran sungai, perguruan tinggi bisa membantu melakukan asistensi optimalisasi hasil tanaman yang dibudidayakan atau pengelolaan hasil panen menjadi produk pangan olahan sedangkan Perusahaan-perusahaan sekitar sungai yang memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility) dapat memberikan bantuan dana bergilir untuk awal pengembangan program HTB selama 2 tahun, berupa pengadaan bibit, perawatan dan pengolahan hasil panen. Dengan model HTB masyarakat akan secara swadaya ikut membantu mengawasi pemanfaatan bantaran sungai agar bantaran Kali tidak terlanjar dan terjarah

Pemancangan papan hutan tani bantaran di desa sumengko

Pemancangan papan hutan tani bantaran di desa sumengko